Rabu, 26 Agustus 2015

RAHWANA

MUKAKU berangkap sepuluh itu
bukan cacat. Itu karunia-Nya.
Hidup sebagai raksasa dgn buruk rupa tak pernah
aku memintanya. Aku tak pernah
meminta dilahirkan ketika kalung
permata Wisrawa bapakku
memantulkan cahaya pada wajah saat
bayiku. Ini kehendak tuhan
dan aku menerimanya.

Orang-orang memandangku kejam,
tapi mereka tak mau mengenalku.
Mereka membentukku dalam
prasangka-prasangka yang pun aku
sendiri tak tahu kenapa prasangka
itu ada.

Kata mereka aku menakutkan,
padahal aku tak pernah berusaha
untuk menakuti siapapun. Karena
mukaku menyeramkan? Sekali lagi,
aku tak pernah meminta kemasan
ragawi ini.

Aku tak merampas Alengka dengan
kekerasan. Sang Dewa Kekayaan
Kubera memberikan negeri permai
karya Wiswakarma itu padaku
melalui negosiasi. Tak ada darah
tertumpah di Alengka yang aku
cintai.

Aku membuat rakyatku bahagia.
Tanyakanlah pada kitab-kitab itu,
mereka akan memberitahumu
bahwa rakyat termiskin di
Alengkaku pun memiliki kendaraan
dari emas. Tiada satu pun rakyatku
yang pernah kelaparan.

Aku adalah raja, dan berusaha
untuk memerintah seadil mungkin
di Alengkaku.
Rakyatku mencintaiku.
Aku adalah makhluk yang
diciptakan bersama dengan cinta.
Aku lahir dari buah cinta Kaikesi
ibuku dan Wisrawa bapakku. Aku
pun punya hak untuk mencinta.
Aku mencintai istri-istriku, begitu
pula mereka mencintaiku.
Tanyakanlah kepada Mandodari,
salah satu istriku yang bidadari itu.
Betapa dia merasa sangat
beruntung bisa hidup di dalam
cintaku.

Aku adalah pecinta.

KADANG makhluk tak bisa
memilih ketika cinta harus jatuh
pada siapa, bukan?

Aku jatuh cinta pada Wedawati.
Cintaku kepadanya teramat sangat,
bahkan menghancurkan akal
sehatku. Sayang, cinta Wedawati
untuk Whisnu, bukan untukku.
Tapi aku tetap memelihara cinta
untuknya.
Sang waktu membuat aku hilang
kewarasan karena cinta.
Kerinduanku padanya yang teramat
sangat membuat jiwaku kosong.
Aku harus memiliki Wedawati. Aku
mengikuti naluri cintaku.
Aku menjemputnya dan
membawanya pulang. Padanya
kupersembahkan taman Asoka
terindah itu.

Tapi kenapa dia berontak? Kenapa
dia menceburkan diri dalam api,
lalu bersumpah akan bereinkarnasi
menjadi wanita yang akan sangat
kucintai tapi akan menjadi sebab
kematianku? Kenapa cinta itu
harus ada untuk membunuhku?

AKU adalah pecinta.

Tak hanya pada istri-istriku, tapi
juga pada keluargaku. Pada
saudaraku. Pada anak-anakku.
Pada negeriku. Aku mencintai
mereka semua. Aku akan merasa
sakit, aku akan marah, jika mereka
disakiti.

Dua sontoloyo itu, Rama dan
Laksmana, telah menyakiti
kerajaanku.
Aku tak pernah mengusik negeri
mereka. Tapi kenapa mereka
menghancurkan Yanasthana,
benteng perbatasanku? Mereka
menghancurkan sebagian negeriku
tanpa aku tahu apa salahku pada
mereka. Mereka melukai adikku
Sarpakenaka.
Aku tidak terima.
Mereka harus mendapat
ganjarannya. Mereka telah
menghancurkan sebagian negeriku
dan menyakiti keluargaku. Mereka
menyerangku. Aku harus memberi
mereka sedikit pelajaran.
Tapi aku tak mau berperang.
Peperangan hanya akan
menghancurkan negeriku yang
permai dan kucintai. Peperangan
selalu ditolak oleh cinta. Tapi,
mereka tetap harus merasakan
sakitnya kehilangan, seperti aku
kehilangan sebagian negeriku. Biar
mereka kapok, dan tak lagi
merusak.
Aku akan meminta bantuan Marica
untuk mengambil milik Rama yang
paling berharga. Akampana
menteriku menasihatiku, bahwa itu
adalah calon permaisuri Rama yang
bernama Shinta. Calon. Rama dan
Shinta belum menikah. Aku tak
akan dituduh telah membawa lari
istri orang. Itu tidak pantas.

Marica menyamar sebagai kijang
buruan untuk memancing Rama dan
Laksmana. Sementara aku menyamar
sebagai pertapa tua untuk menculik
Shinta. Rencanaku berhasil.
Aku membawa Shinta ke negeriku

ya tuhan
Rupanya Shinta begitu indah. Tanpa
harus kuputuskan, aku langsung
jatuh cinta kepadanya. Dia adalah
sosok yang paling pantas kucinta.
Dan aku melihat Wedawati dalam
matanya.

Oh, Wedawati, inikah sumpahmu
itu? Benarkah kau datang di dalam
Shinta untuk membuatku jatuh
cinta, lalu membinasakanku?
Ah, demi Brahma dan Syiwa, aku
tak peduli.
Yang aku tahu, dan aku benar-
benar tahu, aku telah jatuh cinta
pada Shinta. Entah itu adalah kau
Wedawati, atau Shinta sendiri, aku
telah jatuh cinta kepadanya. Aku
persembahkan taman Asokaku yang
terindah itu, yang kuambil dari
sedikit swargaloka hadiah dari
Brahma itu, untuk Shinta.
Shinta harus mencintaiku seperti
aku jatuh cinta kepadanya. Shinta
adalah Wedawatiku yang pulang,
setelah meninggalkan rasa sakit
untukku.

Kali ini aku tak mau sakit.

TAPI, kenapa Shinta menolakku
juga, seperti kau, hai Wedawati?
Apakah kalian tak bisa merasakan
kemurnian hatiku, seperti yang
dirasakan Mandodari yang bidadari
itu? Kenapa kalian tak bisa
merasakannya? Dan kenapakah aku
harus sangat mencinta pada wanita-
wanita yang tak pernah bisa
mencintaiku?
Aku bisa saja memaksamu dengan
kuasaku, hai Shinta. Tapi hatiku
menolak melakukan itu.
Aku adalah pecinta. Aku bukanlah
pemaksa. Aku tahu cinta terlalu
Agung untuk dipaksa.
Aku mencintaimu, Shinta. Aku
memujamu. Aku memberimu
segalanya. Yang terbaik aku bisa
adalah mempersembahkan Asoka
yang laksana swargaloka padamu.
Bersama kau di dalamnya, Asoka
adalah Swargaloka yang utuh,
bagiku.

Aku biarkan waktu yang akan
merayu kau untukku, di taman
Asoka itu. Aku yakin, keyakinanku
pada cinta akan menumbuhkan
cinta di dalammu. Untukku.

RAMA dan Laksmana benar-benar
sontoloyo! Mereka tak pernah
kapok! Belum puas mereka
menzalimiku!
Aku tak pernah menyentuh negeri
mereka, mereka senantiasa
menggempurku! Mereka juga ingin
merebut Shinta dariku! Mereka
ingin merebut cintaku! Kurang ajar!
Mereka membawa bolo-bolonya
membantai kerajaanku! Mereka
membawa Sugriwa dan Hanoman
untuk membunuh adikku
Kumbakarna dan Indrajit putraku!
Mereka merenggut semua yang
kucintai! Kurang ajar! Kali ini
kesabaranku sudah habis!
Kutantang kau, hai pengecut Rama!

Hahaha! Kau memang banci!
Kau tak bisa mengalahkan sepuluh
perwujudanku! Rasakan kau Rama!
Kau hancurkan semua yang
kucintai! Tapi aku tak
menghancurkan yang kau cintai.
Karena aku lebih tahu apa itu
artinya cinta, daripada muka
pengecutmu, hai Rama!

AH, tapi aku lupa, sebagai banci
kau punya banyak kelicikan. Kau
mengalahkanku dengan bantuan
surga. Aku tak bisa melawan surga.
Aku menghormati surga karena di
sana banyak cinta. Rasa yang
sangat aku puja itu.
Kau pakai Bhramastra untuk
merenggut nyawaku…
Aku tak takut padamu, Rama!
Aku hanya tak kuasa melawan
Bhramastra dari surga itu…
Kau pengecut, Rama!
Pengecut! Kau membawa surga
dalam pertempuran! Kau sungguh
hina!

Belum puas juga kau koyak-koyak
aku dengan Bhramastra agung yang
tak kuasa kulawan itu, kau
perintahkan Hanoman
membenamkanku di dasar Bumi….
Kau rampas semua yang kucintai,
Rama. Kau hancurkan semuanya!

Kau tak tahu apa itu cinta! Yang
kau tahu hanya nafsu angkara dan
kuasa!
Cinta tak menghancurkan, Rama…
Dan kau datang ke negeriku untuk
menghancurkan…
Yang kau tahu hanya merebut
semua yang kucinta….
Karena kau tak bisa mendapat
semua yang kupunya….
Karena kau tak punya cinta,
Rama….

Tuhan…
Apakah ini yang Kau inginkan dari
penciptaanku?
Haruskah aku binasa karena
memiliki cinta?
Dan kenapa dunia
mengejawantahkanku sebagai
perlambang angkara..?
Apakah karena aku raksasa?
Apakah karena aku buruk rupa?
Apakah itu semua menafikan
megah-cintaku ini Ya Tuhan?

Duh, Tuhan…
Ketika kau larang aku untuk jatuh
cinta, kenapa kau hadirkan cinta
yang begitu megah di dalam jiwaku
ini …?